MAKALAH EKOLOGI SERANGGA
SERANGGA DAN KESEIMBANGAN EKOSISTEM
Dosen Pengampu:
Dwi Suheriyanto, S.Si., M.P
Oleh:
Ali Abdurochman
(11620033)
Semester VII
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang
Serangga
merupakan hewan yang beraneka ragam. Serangga kelompok hewan yang dominan di
muka bumi dengan jumlah spesies hampir 80 persen dari jumlah total hewan di
bumi. Dari 751.000 spesies golongan serangga, sekitar 250.000 spesies terdapat
di Indonesia. Serangga di bidang pertanian banyak dikenal sebagai hama
(Kalshoven, 1981). Serangga lebih banyak menyerang tumbuhan meskipun ada juga
serangga yang tidak menyerang tanaman maka dari itu serangga termasuk katagori
hama di bidang pertanian. Serangga banyak dijumpai di lingkungan sekitar, baik
serangga yang menguntungkan maupun serangga yang merugikan manusia.
Serangga adalah
kelompok hewan yang paling sukses sekarang. Meskipun mereka berukuran kecil,
mereka telah menghuni setiap jenis habitat dan jumlah mereka lebih banyak (baik
dalam jumlah spesies maupun jumlah individu) daripada jumlah semua hewan lain
secara bersama-sama. Sebagian besar dari kesuksesan mereka ini disebabkan oleh
evolusi sayap mereka dan mekanisme makan yang bervariasi. Mekanisme makan
berkisar dari bagian-bagian mulut untuk menggigit seperti terlihat pada belalang sampai ke bagian-bagian mulut
penghisap yang memungkinkannya untuk memakan getah tanaman dan darah dari
sejumlah hewan (Darmawan, 2007).
Banyak serangga
yang bermanfaat bagi kehidupan manusia, diantaranya yaitu sebagai organisme
pembusuk dan pengurai termasuk limbah, sebagai objek estetika dan wisata,
bermanfaat pada proses penyerbukan maupun sebagai musuh alami hama tanaman,
pakan hewan (burung) yang bernilai ekonomi tinggi, dan penghasil madu. Namun tidak sedikit juga
serangga yang merugikan bagi kehidupan manusia, khususnya dibidang pertanian. Beberapa
serangga yang merugikan manusia seperti walang sangit, wereng, ulat, dan
lainnya sering diburu dan dimusnahkan oleh petani karena dianggap mampu
menurunkan produktifitas hasil pertaniannya.
Tindakan yang
melebihi batas dan tidak terkendali untuk menekan populasi serangga, khususnya
serangga yang merugikan, dapat mempengaruhi keseimbangan ekosistem yang ada di
alam. Karena serangga merupakan salah satu unsur yang memegang peranan penting
didalamnya. Berdasarkan hal tersebut selanjutnya akan dibahas mengenai bagaimana
hubungan antara serangga dengan keseimbangan ekosistem.
1.2.
Rumusan
Masalah
Rumusan masalah yang digunakan
adalah:
1. Bagaimana peranan serangga terhadap ekosistem
lingkungan?
2. Bagaimana kedudukan serangga terhadap
keseimbangan ekosistem?
1.3.
Tujuan
Tujuan yang diharapkan adalah:
1.
Untuk
mengetahui peranan serangga terhadap ekosistem lingkungan
2.
Untuk
mengetahui kedudukan serangga terhadap keseimbangan ekosistem
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Serangga
Serangga adalah kelompok hewan yang paling sukses sekarang.
Meskipun mereka berukuran kecil, mereka telah menghuni setiap jenis habitat dan
jumlah mereka lebih banyak (baik dalam jumlah spesies maupun jumlah individu)
daripada jumlah semua hewan lain secara bersama-sama. Sebagian besar dari
kesuksesan mereka ini disebabkan oleh evolusi sayap mereka dan mekanisme makan
yang bervariasi. Mekanisme makan berkisar dari bagian-bagian mulut untuk
menggigit seperti terlihat pada belalang
sampai ke bagian-bagian mulut penghisap yang memungkinkannya untuk memakan
getah tanaman dan darah dari sejumlah hewan (Darmawan, 2007).
Serangga sangat mudah dijumpai disegala tempat, karenanya hewan ini
disebut sebagai hewan kosmopolit yang berarti hewan yang terdapat di berbagai
tempat. Keberadaan serangga yang sangat mudah beradaptasi dengan lingkungan
membuatnya mampu hidup di segala tempat. Hal ini mengakibatkan populasi dari
serangga sangat cepat untuk berkembang biak.
Sebanyak 1.413.000 spesies serangga telah dikenal serta hampir
setiap tahunnya terjadi penambahan spesies baru yang ditemukan. Alasan ini yang
menyebabkan serangga berhasil dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya pada
habitat yang bervariasi, kapasitas dalam bereproduksi yang tinggi, serta
kemampuan memakan jenis makanan yang berbeda dan dalam menghindari predator
(Borror, 1998).
Serangga memiliki pembagian daur hidup yang unik dan berbeda dengan
hewan yang lain. Mereka membagi daur hidupnya dalam beberapa tahap, yakni
telur, larva, kepompong, sampai tahap dewasa. Selain itu serangga juga memiliki
keragaman paling tinggi di dunia. Variasi jenis dan kemelimpahan tentunya tergantung
beberapa faktor seperti iklim, ketinggian, dan habitat. Kemelimpahan dan
diversitas serangga merupakan suatu indikator kesehatan pada berbagai tipe
habitat.
Serangga dipelajari secara khusus pada cabang ilmu biologi yang
disebut entomologi. Serangga termasuk dalam filum arthropoda. Arthropoda
berasal dari bahasa yunani arthro yang artinya ruas dan poda berarti
kaki, jadi arthropoda adalah kelompok hewan yang mempunyai ciri utama kaki
beruas-ruas. Meyer (2003) membagi filum arthropoda menjadi tiga sub filum,
yaitu (Suheriyanto, 2008):
a)
Sub
filum Trilobita
Trilobata merupakan arthropoda yang
hidup di laut, yang ada sekitar 245 juta tahun yang lalu. Anggota sub filum
trilobita sangat sedikit yang diketahui, karena pada umumnya ditemukan dalam
bentuk fosil.
b)
Sub
filum Chelicerata
Anggota sub filum chelicerata
merupakan hewan predator yang mempunyai selicerae dengan kelenjar racun. Yang
termasuk dalam kelompok ini adalah laba-laba, tungau, kalajengking, dan
kepiting.
c)
Sub
filum Mandibulata
Kelompok ini mempunyai mandibel dan
maksila di bagian mulutnya. Yang termasuk kelompok mandibulata adalah
crustacea, myriapoda, dan insekta (serangga). Salah satu kelompok mandibulata,
yaitu kelas crustacea yang telah beradaptasi dengan kehidupan laut dan
populasinya tersebar di seluruh lautan. Anggota kelas myriapoda adalah
miliapedes dan centipedes yang beradaptasi dengan kehidupan darat.
Serangga
mempunyai ciri khas, yaitu jumlah kakinya enam (heksapoda), sehingga
kelompok hewan dengan ciri tersebut dimasukkan ke dalam kelas heksapoda. Selain
itu, serangga juga mempunyai ciri-ciri memiliki tubuh yang terbagi menjadi 3
bagian, yaitu kepala, toraks, dan abdomen, bertubuh simetri bilateral,
mempunyai sepasang sungut, dengan sayap 1-2 pasang, mempunyai rangka luar
(eksoskeleton), memiliki system peredaran darah terbuka, dan ekskresinya
menggunakan buluh malphigi, serta bernafas dengan insang, trakea, dan spirakel
(Suheriyanto, 2008).
2.2 Keseimbangan Ekosistem
Keseimbangan ekosistem adalah suatu kondisi dimana adanya suatu
interaksi antar komponen di dalamnya yang berlangsung secara harmonis dan
seimbang baik dari komponen biotik (makhluk hidup) maupun komponen abiotik
(makhluk tidak hidup). Keseimbangan ekosistem yang ada sangat berpengaruh pada
stabilnya kelangsungan hidup antar makluk satu dengan yang lain. Ekosistem
dapat tetap seimbang jika jumlah produsen lebih besar dari konsumen tingkat I, konsumen
tingkat I lebih banyak dari konsumen tingkat II dan seterusnya.
Seiring dengan makin majunya teknologi yang ada, banyak sekali
faktor yang menyebabkan ketidakseimbangan bahkan kerusakan ekosistem. Tanpa
diikuti informasi yang jelas tentang manfaat yang ada dari keseimbangan
ekosistem bagi manusia dan lingkungan, tentu tidak ada upaya yang dilakukan
untuk menjaga ekosistem tersebut.
Tanpa diikuti informasi yang jelas tentang manfaat yang ada dari
terciptanya suatu keseimbangan ekosistem bagi manusia dan lingkungan, tentu
saja manusia akan terus berbuat semena-mena terhadap ekosistem yang ada. Banyak
sekali faktor-faktor yang menyebabkan ekosistem tidak seimbang, baik faktor
alami dari alam maupun faktor perusak dari manusia.
Secara umum penyebab terganggunya keseimbangan ekosistem atau
lingkungan dibagi ke dalam dua faktor, yaitu:
1.
Faktor
penyebab yang terjadi sebagai akibat bencana alam. Misalnya terjadi banjir,
gempa bumi, gunung yang meletus, bencana tsunami, dan masih banyak lagi
lainnya. Bencana yang terjadi secara alamiah ini akan memicu kacaunya
keseimbangan ekosistem yang berdampak pada terganggunya interaksi
komponen-komponen di dalam ekosistem tersebut.
2.
Faktor
penyebab yang terjadi akibat ulah manunsia. Tindakan yang dilakukan oleh manusia
bisa memicu terganggunya keseimbangan di dalam lingkungan ekosistem. Disengaja
atau tidak, dewasa ini ternyata manusialah faktor terbesar terjadinya kerusakan
keseimbangan ekosistem yang ada. Beberapa contohnya adalah:
Ø Perburuan tikus di sawah.
Walaupun dinilai sepele, menurunkan
populasi tikus dengan cara membunuhnya akan merusak tatanan ekosistem yang ada.
Dengan berkurangnya populasi tikus sebagai makanan dari ular, akan
mengakibatkan menurunnya populasi ular yang mati akibat kelaparan, dan
berkurang pula pemangsa ditingkat atasnya. Dimana seperti yang diketahui, semua
dalam ekosistem adalah saling berkaitan.
Ø Penebangan hutan.
Tanpa memikirkan dampak panjang dari
penebangan hutan, manusia berbondong-bondong mengambil keuntungan dari
penebangan hutan. Mereka tidak menyadari akibat yang muncul dari kegundulan
hutan seperti tanah longsor, berkurangnya pasokan air tanah, berkurangnya
daerah resapan air, berkurangnya oksigen di bumi, dll.
Ø Pencemaran lingkungan.
Banyak sekali jenis pencemaran lingkungan,
diantaranya adalah pencemaran lingkungan seperti membuang sampah di sungai akan
menyebabkan penyumbatan aliran sungai dan menyebabkan banjir. Kemudian pencemaran
udara berupa gas emisi karbon akan mengakibatkan bocornya lapisan ozon yang
melindungi kita dari sinar matahari.
Semua kegiatan tersebut di atas, dalam batas waktu tertentu akan
menyebabkan terganggunya keseimbangan ekosistem yang berujung pada sistem
kehidupan organisme termasuk manusia yang juga akan ikut terganggu. Kepunahan
yang terjadi dalam suatu spesies dan populasi, kerusakan alam, terjadinya
keanehan ekosistem, merupakan beberapa dampak dari terganggunya keseimbangan
ekosistem terhadap makhluk hidup.
2.3 Peranan Serangga Dalam Ekosistem
Serangga pada umumnya mempunyai peranan yang sangat penting bagi
ekosistem, baik secara langsung maupun tidak langsung. Tanpa kehadiran suatu
serangga, maka kehidupan suatu ekosistem akan terganggu dan tidak akan mencapai
suatu keseimbangan. Di dalam suatu ekosistem baik yang alami maupun buatan,
serangga dapat mempunyai peranan penting antara lain:
a)
Polinator
Secara umum serangga tidak berperan
langsung pada proses polinasi, serangga hanya bertujuan memperoleh nektar dari
bunga yaitu sebagai sumber makanannya. Namun dalam hal ini serangga memiliki
peran yang sangat penting. Secara tidak sengaja polen atau serbuk sari menempel
dan terbawa pada tubuh serangga hingga polen tersebut menempel pada kepala
putik bunga lain dan terjadilah proses polinasi. Williams (2002) menjelaskan
bahwa Lebah atau serangga jenis lain secara tidak sengaja membawa pollen dari satu
bunga ke bunga lainnya, sehingga sangat membantu proses polinasi.
b)
Dekomposer
Serangga memeliki peranan yang
sangat penting dalam proses dekomposisi terutama di tanah. Kotoran atau feses
dari hewan dapat mengakibatkan pencemaran terhadap padang rumput. Tinja sapi
yang dibiarkan dipermukaan tanah dapat mematikan atau memperlambat pertumbuhan
tanaman rumput, serta menyebabkan tanaman di sekitarnya kurang disukai ternak
sapi. Selain itu kotoran atau tinja tersebut dapat pula sebagai tempat
meletakan telur bagi vektor pembawa penyakit, dan merupakan tempat hidup bagi
larva parasit pada saluran pencernaan ruminansia. Namun dengan keberadaan
beberapa spesies kumbang pendekomposisi tinja, maka hal tersebut dapat
diminimalisir (Shahabuddin, et al., 2005).
c)
predator
(pengendali hayati)
Dalam kehidupan di suatu ekosistem,
serangga juga berperan sebagai agen pengendali hayati, kaitannya dalam predasi.
Serangga berperan sebagai predator bagi mangsanya baik nematoda, protozoa,
bahkan sesama serangga lain. Seperti yang dilaporkan oleh Marheni (2003) bahwa,
wereng batang coklat mempunyai banyak musuh alami di alam terutama predator. Predator–predator
tersebut cocok untuk pengendalian wereng batang coklat karena kemampuannya
memangsa spesies lain (polyfag) sehingga ketersediaannya di alam tetap
terjaga walaupun pada saat populasi wereng tersebut rendah atau di luar musim
tanam. Dari uraian tersebut, dapat kita ketahui bahwa serangga-serangga
predator sangat membantu atau berperan penting dalam menjaga keseimbangan
ekosistem.
d)
Parasitoid
(pengendali hayati)
Serangga parasitoid adalah serangga
yang berperan sebagai parasit serangga lain yang merugikan manusia atau ternak.
Spalangia endius dan S. nigroaenea serta Pacchyrepoideus
vindemiae merupakan parasitoid yang menyerang pupa lalat rumah dan lalat
kandang untuk kehidupan larva dan pupanya, sedangkan dewasanya hidup bebas
(Koesharto, 1995). Pada kehidupan parasitoid secara umum makanannya berupa
nektar dan haemolim inang. Haemolim inang digunakan dalam pembentukan dan
pematangan telur sedangkan nektar diperlukan sejak awal sebagai sumber energi. Parasitoid
yang termasuk dalam ordo Hymenoptera tidak dapat menembus kulit puparium. Cairan
hemolom diperoleh dari rembesan yang keluar waktu menusukan ovipositor ke dalam
pupa lalat (Stireman, et al., 2006).
e)
Bioindikator
Serangga merupakan hewan yang sangat
sensitif/responsif terhadap perubahan atau tekanan pada suatu ekosisitem dimana
ia hidup. Penggunaan serangga sebagai bioindikator kondisi lingkungan atau
eksosisitem yang ditempatinya telah lama dilakukan. Jenis serangga ini mulai
banyak diteliti karena bermanfaat untuk mengetahui kondisi kesehatan suatu ekosistem.
Serangga akuatik selama ini paling banyak digunakan untuk mengetahui kondisi pencemaran
air pada suatu daerah.
Di dalam
ekosistem serangga berperan sebagai konsumen dan dapat menempati tingkat trofik
kedua, ketiga, dan keempat. Penempatan tingkat trofik serangga ini berdasarkan pada
jenis dan makanan serangga. Pada serangga pemakan tumbuhan berada pada tingkat
trofik kedua. Serangga yang masuk kelompok ini berperan sebagai konsumen
pertama dan disebut herbivora. Serangga juga dapat menempati tingkat trofik
ketiga, dimana pada kelompok ini berperan sebagai konsumen kedua yang memakan hewan,
disebut sebagai karnivora. Sedangkan pada tingkat trofik keempat ditempati oleh
karnivora lain yang memakan karnivora pertama, pada kelompok ini berupa
predator atau parasitoid (Suheriyanto, 2008).
Selain memiliki
peranan yang positif, dalam kehidupan manusia sebagian serangga juga berdampak
negatif, antara lain :
a)
Sebagai
hama pertanian
Serangga juga dapat sebagai perusak
tanaman seperti wereng cokelat yang dapat merusak tanaman padi. Serangga
tersebut juga memiliki kekebalan terhadap pestisida karena memiliki kemampuan
berubah pada genetiknya. Serangga hama ada yang menimbulkan kerusakan secara
langsung atau memakan langsung tanaman, ada juga yang sifatnya sebagai vektor
virus.
b)
Sebagai
penyebar penyakit
Lalat rumah dianggap mengganggu
karena suka hinggap di tempat-tempat yang lembab dan kotor. Selain hinggap,
lalat juga menghisap bahan-bahan kotor dan memuntahkan kembali dari mulutnya
ketika hinggap di tempat berbeda seperti pada makanan dan minuman. Tempat yang
dihinggapi lalat akan tercemar oleh mikroorganisme atau bahkan virus yang
dibawa oleh lalat tersebut. Oleh karena itu lalat dianggap sebagai penyebar berbagai
penyakit kepada manusia maupun hewan.
c)
Sebagai
perusak bangunan
Serangga jenis rayap selama ini
dikenal sebagai perusak bangunan maupun bagian bangunan atau peralatan yang
berbahan dasar kayu. Hal itu erat terkait dengan kemampuan makannya yang sangat
cepat. Rayap menyerang bangunan karena adanya sumber makanan yang dibutuhkan
yang terdapat pada kayu-kayu penyusun bangunan.
2.4 Konservasi Serangga
Hubungan serangga dengan keseimbangan ekosistem sangatlah
berkaitan. Sebagai bagian terbesar dari semua spesies di bumi, serangga menjadi
poin penting upaya pelestarian ekologi. Tanpa konservasi, serangga bisa
mengalami ledakan hama yang dapat mengganggu dalam bidang pertanian. Oleh karenanya
perlu dilakukan upaya agar populasi serangga tetap dalam jumlah yang terkontrol.
Untuk menjaga keseimbangan ekosistem, perlu dilakukan konservasi serangga baik
secara langsung maupun tidak langsung, sehingga jumlah populasinya tetap
terjaga.
Beberapa tindakan yang dapat dilakukan untuk menjaga populasi
serangga dan keseimbangan ekosistem adalah:
1.
Pengendalian
serangga hama secara hayati
Dalam pelaksanaan pengelolaan
serangga hama, keseimbangan populasi alami adalah sangat penting untuk
diperhatikan. Pengendalian serangga hama secara hayati dapat dilakukan dengan
menggunakan musuh alami seperti parasit, predator dan penyakit serangga yang dapat
mengelola keseimbangan populasi serangga hama secara alami.
2.
Konservasi
serangga
Keberadaan serangga pada suatu
tempat dapat menjadi indikator biodiversitas dan kesehatan ekosistem. Untuk dapat
mewujudkan konservasi serangga, salah satunya dengan menggalakkan hutan
konservasi dan pengelolaan hama yang dapat juga digunakan sebagai sumber suatu
penelitian
3.
Wisata
serangga
Dewasa ini sudah banyak kita temui
wisata serangga. Salah satu serangga yang sering dijadikan sebagai wahana
wisata adalah serangga jenis lebah madu yang banyak dibudidayakan.
BAB III
PENUTUP
3.1 kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan dapat disimpulkan
bahwa:
1.
Serangga
memegang peranan penting dalam suatu ekosistem lingkungan, baik peranan yang
menguntungkan maupun merugikan bagi kehidupan manusia. Dengan penanganan yang
sesuai dan terkendali, kehadiran serangga sangatlah bermanfaat bagi lingkungan,
baik secara langsung maupun tidak langsung.
2.
Kedudukan
serangga dalam keseimbangan ekosistem menempati posisi yang sangat penting. Serangga
memiliki. Dengan jumlah populasi yang sangat banyak jika dibandingkan dengan
hewan yang lain. Sehingga serangga sangatlah berpengaruh terhadap keseimbangan ekosistem
yang ada di lingkungan.
3.2.
Saran
Diharapkan bagi semua pihak agar
tetap menjaga kelestarian lingkungan, sehingga ekosistem yang ada tetap dalam
keadaan seimbang.
DAFTAR PUSTAKA
Boror, D.J., Triplehorn, C.A., Johnson, N.F., 1996. Pengenalan
Pelajaran Serangga, Edisi Keenam. Penerjemah: Soetiyono Partosoedjono. Yogyakarta:
UGM Press
Darmawan, H. (2007). Studi Komunitas Ordo Orthoptera Tanah Di
Kawasan Suaka Margasatwa Paliyan, Gunungkidul. (Undergraduate thesis, Duta
Wacana Christian University, 2007). Retrieved from http://sinta.ukdw.ac.id
Kalshoven, L.G.E. 1981. The Pest of Crop Indonesia. Direvisi
dan ditranslate oleh P.A van der Laan. Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve.
Koesharto, F.X., 1995. Masa Pertumbuhan Arthropoda Parasitoid (Hymenoptera:Pteromaldae)
dari Kotoran Peternakan Unggas dan Sapi. Vol.2, No.2. Hlm.65-67 ISSN
0854-8587
Marheni, 2003. Kemampuan Beberapa Predator pada Pengendalian Wereng
Batang Coklat (Nilaparvata lugens Stal.). Jurnal Natur Indonesia
6(2): 84-86 (2004) ISSN 1410-9379
Shahabuddin, Hidayat,P., Noerdjito,W.A., and Manuwoto, S., 2005. Penelitian Tentang Keanekaragaman Hayati Serangga di Indonesia: Kumbang Kotoran (Coleoptera: Scarabaeidae) dan
Perannya Dalam Ekosistem. Volume 6, Nomor 2 April 2005 HLM: 141-146
Stireman,J.O., Nason, J.D., Heard, S.B., and Seehawer, J.M., 2006.
Cascading Host-Associated Genetic Differentiation in Parasitoids of
Phytophagous Insects. Proc. R. Soc. B (2006) 273, 523–530
doi:10.1098/rspb.2005.3363.
Suheriyanto, Dwi. 2008. Ekologi Serangga. Malang: UIN Press
Williams, I.H., 2002. Insect Pollination and Crop Production: A
European Perspective. IN: Kevan P & Imperatriz Fonseca VL (eds) –
Pollinating Bees – The Conservation Link Between Agriculture and Nature –
Ministry of Environment / BrasÃlia.p.59-65
ConversionConversion EmoticonEmoticon