MAKALAH FISIOLOGI HEWAN
FOTORESEPTOR,
KEMORESEPTOR DAN ELEKTROSEPETOR
DosenPengampu :
Dr. Retno susilowati, M. Si
Oleh :
Ali Abdurochman
(11620033)
(11620033)
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Di dalam tubuh manusia terdapat sisitem koordinasi yang akan mengatur agar semua organ dapat bekerja secara serasi. System koordinasi itu bekerja untuk menerima rangsangan, mengolahnya, dan kemudian meneruskannya untuk menanggapi rangsangan tadi. Rangsangan merupakan informasi yang dapat di terima hewan. Informasi tersebut dapat berupa informasi yang internal maupun yang eksternal. Rangsang eksternal (berasal dari lingungan di luar tubuh hewan) dapat berupa sasuatu hewan. linitas (kadar garam), suhu udara, kelembapan, dan cahaya. Sedangkan rangsangn yang berasal dari dalam tubuh hewan (internal) dapat berupa suhu tubuh, keasaman (pH) darah/cairan tubuh, kadar gula darah, dan kadar kalsium dalam darah. Untuk dapat menerima rangsangan dan menghasilkan tanggapan dengan baik, hewan harus memiliki alat untuk menerima rangsang dan untuk menghasilkan tanggapan terhadap rangsang yang datang.. alat yang di gunakan untuk menerima rangsang yang disebut sebagai reseptor yang sangat bertalian erat dengan system koordinasi yang di miliki oleh semua makhluk hidup khususnya hewan.
Reseptor
atau penerima merupakan suatu struktur yang mampu mendeteksi rangsangan
tertentu yang berasal dari luar atau dari dalam tubuh. Organ indra kita adalah
reseptor (penerima rangsang). Pada indra terdapat ujung-ujung saraf sensori
yang peka terhadap rangsang tertentu. Rangsangan yang di terima di teruskan
melalui serabut sraf sebagai impuls saraf. Sedangkan efektor merupakan struktur
yang melaksanakan aksi sebagai jawaban terhadap impuls yang datang padanya.
Efektor yang penting pada hewan adalh otot dan kelenjar.
1.2
. Rumusan Masalah
Dari latar
belakang diatas dapat kita memberikan rumusan masalah sebagai berikut.
1. Bagimanakah mekanisme kerja
fotoreseptor?
2. Bagimanakah mekanisme kerja
kemoreseptor?
3. Bagimanakah mekanisme kerja
elektroreseptor?
1.3 . Tujuan
Dari rumusan masalah diatas dapat
kita berbagai tujuan antara lain.
1.
Mengetahui dan memahami mekanisme kerja fotoreseptor.
2. Mengetahui
dan memahami mekanisme kerja elektroreseptor.
3. Mengetahui dan memahami mekanisme kerja kemoreseptor.
BAB
II
PEMBAHASAN
1.
Fotoreseptor
Mata
adalah sistem pencitra yang dimiliki oleh manusia. Cahaya yang di pantulkan
(atau dipancarkan) oleh sebuah benda ditangkap oleh mata melalui suatu sistem
biokamera dengan satu lensa. Di belakang lensa mata akan terjadi bayangan
terbalik karena sifat optik dari lensa. Selanjutnya bayangan ini diubah menjadi
sinyal-sinyal biolistrik oleh retina untuk disampaikan ke otak. Akhirnya orang
mendapatkan kesan melihat benda tersebut setelah otak menangkap dan mengolah
sinyal-sinyal tersebut.
Fungsi
dari fotoreseptor ini adalah untuk menangkap luminansi citra dan mampu
menangkap bayangan meskipun pencahayaannya rendah. Fotoreseptor yang terdapat
di retina mata terdiri dari sel batang dan sel kerucut. Sel batang mengandung
bahan kimia fotosensitif yang disebut Rhodopsin. Fotoreseptor batang ukurannya
panjang dan tipis, dan jumlahnya sangat banyak hingga mencapai 100 juta buah.
Sedangkan sel kerucut mengandung satu dari beberapa fotopigmen (Photopsin),
yang terjadi apabila terkena cahaya. Fotoreseptor kerucut bersifat pendek dan
tebal, pada manusia ada sekitar 7 juta sel kerucut untuk setiap mata. Dalam
keadaan gelap rhodopsin di sel batang tidak aktif dan fotoreseptor ini
dimampatkan di suatu daerah pada pusat mata yang disebut fovea. Jumlahnya lebih
sedikit dibandingkan jenis batang dan bertanggung jawab untuk menangkap warna
pada bayangan benda. Bila ada cahaya maka akan terjadi dekomposisi dari
rhodopsin untuk menjadi vitamin A.
Sel-sel
batang merupakan sel-sel yang sangat peka terhadap cahaya dengan intensitas
rendah. Oleh karena itu, sel-sel batang berperan dalam proses penglihatan pada
malam hari atau di tempat yang gelap dan menghasilkan ketajaman penglihatan
yang rendah. Namun sel-sel batang tidak mampu mendeteksi warna. Sel-sel batang
tersebar di seluruh retina, kecuali di fovea. Sel-sel batang menunjukkan adanya
titik pertemuan, contohnya beberapa sel batang bergabung membentuk hubungan dengan
satu sel saraf menuju otak.
Pengaktifan rhodopsin akan
mengakibatkan fototransduksi yang mencetuskan pembentukan serangkaian zat
antara, salah satunya Metarhodopsin II yang merupakan senyawa kunci untuk
memulai penutupan saluran Na+. Hal tersebut menyebabkan hiperpolarisasi yang
menurunkan kecepatan lepas muatan sel batang ke sel kedua retina, yaitu sel
bipolar sehingga inhibisi terhadap sel bipolar lenyap dan sel bipolar mengalami
depolarisasi. Depolarisasi sel bipolar menyebabkan munculnya suatu potensial
aksi di sel ketiga retina, sel ganglion. Potensial aksi yang dihasilkan sel
ganglion dikirim ke otak melalui saraf optikus.
Mata
manusia berisi lebih sedikit sel-sel batang dibandingkan dengan mata hewan.
Inilah yang menyebabkan manusia mempunyai kemampuan melihat yang kurang baik
pada waktu malam hari. Kucing, Rusa, dan Burung Hantu dapat melihat dengan
cermat pada malam hari karena memiliki banyak sel-sel batang. Burung Hantu
bahkan memiliki sel-sel konus sedikit sekali sehingga akan mengalami buta di
siang hari.
Berbeda
dengan sel-sel batang, sel-sel kerucut peka terhadap intensitas cahaya yang
tinggi dan perbedaan panjang gelombang sehingga berperan dalam proses
penglihatan di siang hari atau di tempat-tempat terang. Sel-sel kerucut hanya
terdapat di fovea. Sel-sel tersebut menghasilkan penglihatan dengan ketajaman
yang tinggi. Satu sel kerucut memiliki hubungan satu sel saraf menuju otak.
Di
dalam sel kerucut terdapat pigmen fotosensitif iodopsin yaitu senyawa retinin
dan opsin. Iodopsin terdapat dalam tiga bentuk berbeda, masing-masing peka
terhadap panjang gelombang cahaya yang berbeda dan berhubungan dengan warna
biru, hijau, serta merah. Karena ada tiga macam iodopsin, sel-sel kerucut mampu
mendeteksi warna.
Berdasarkan
jenis iodopsin yang dikandungnya, ada tiga jenis sel kerucut, yaitu sel kerucut
biru, sel kerucut hijau, dan sel kerucut merah. Nama-nama tersebut berdasarkan
warna cahaya yang diserap, bukan warna penampakan sel-sel tersebut. Jika ketiga
jenis sel kerucut mendapat stimulasi yang sama, kita akan melihat warna putih.
Kerusakan
sel kerucut menyebabkan buta warna (merah, biru atau kuning). Misalnya dikromat
atau monokromat. Dikromat adalah orang yang hanya mempunyai dua sel kerucut,
mereka menderita buta warna sebagian. Dikromat hanya dapat menyerasikan
spektrum warna dengan mencampur dua warna saja. Monokromat merupakan orang yang
hanya dapat membedakan hitam dan putih serta bayangan kelabu.
Di dalam sel-sel batang terdapat
pigmen fotosensitif rodopsin yaitu bentuk senyawa antara vitamin A dengan
protein tertentu (warna merah atau ungu). Karena hanya ada satu jenis rodopsin,
hanya ada satu jenis sel batang. Jika terpapar atau menyerap cahaya, rodopsin
terurai menjadi opsin (suatu protein) dan retinal (retinen, suatu derivate
vitamin A). Jika tidak ada cahaya atau gelap, rodopsin terbentuk kembali.
Pada
saat intensitas cahaya tinggi, rodopsin “menghilang” karena proses pengurainya
lebih cepat daripada proses pembentukannya kembali. Pada keadaan demikian,
sel-sel kerucut digunakan untuk proses melihat. Dalam keadaan gelap total,
diperlukan waktu 30 menit bagi rodopsin untuk terbentuk kembali dan dapat
digunakan lagi untuk proses melihat. Itulah sebabnya kita tidak dapat melihat
pada saat kita berpindah dari tempat terang ke tempat gelap. Kita memerlukan
waktu beberapa menit untuk dapat melihat dengan jelas karena karena sel-sel
batang membutuhkan waktu untuk menyintesis kembali rodopsin secara efektif.
Pada saat kita kembali ke tempat terang (dari tempat gelap), rodopsin terurai
kembali dengan cepat.
Jika
kita berdiri di tempat yang gelap, dan melihat langsung pada obyek tertentu,
kemungkinan besar kita tidak dapat melihat dengan jelas. Namun jika melihat
obyek yang sama tidak secara langsung, melainkan dari sudut mata, kita akan
melihat obyek tersebut lebih jelas daripada jika obyek tersebut ditatap
langsung. Apabila kita melihat langsung pada sesuatu, maka cahaya yang masuk ke
mata langsung mengenai fovea. Padahal fovea berisi sel-sel konus bukan sel-sel
batang. Daerah di luar favealah yang banyak memiliki sel-sel batang. Inilah
yang menyebabkan kita dapat melihat lebih jelas benda di tempat gelap dengan
melihat dari sudut mata.
Mata
manusia dapat melihat karena adanya pantulan cahaya dari benda. Cahaya yang
dapat ditangkap oleh mata manusia berada pada daerah optik dengan rentang
panjang gelombang 350-780 nm. Intensitas cahaya dinyatakan sebagai sebaran
energi I(λ) dan mata manusia sanggup beroperasi pada 10 orde derajat luminansi.
Kualitas
suatu citra dapat diukur dengan dua cara, yaitu secara subyektif dan secara
obyektif. Dalam pengukuran subyektif, pengujian dilakukan oleh manusia dimana
suatu tim penilai disajikan gambar yang sama kemudian diminta memberikan skor
pada gambar tersebut. Skala kualitas biasanya dalam rentang 1 sampai 5,
berkaitan dengan citra yang memiliki kualitas: tidak memuaskan, jelek,
rata-rata, baik, dan sangat baik. Secara obyektif, citra diukur dari MSE dan
variasi nilai ini. Kelebihan teknik pengukuran ini dibandingkan dengan cara
subyektif adalah: sederhana, kurang bergantung opini individu dan mudah
ditangani secara matematis. Kekurangannya adalah nilai yang diperoleh tidak
selalu mencerminkan apa yg dilihat oleh mata manusia.
Proses
Melihat
Sebagian organ
indra, mata peka terhadap intensitas dan panjang gelombang cahaya. Prinsip
kerjasama dengan prinsip kerja kamera, yaitu :
1)
Pengaturan jumlah cahaya yang masuk oleh iris.
2)
Pemusatan (pemfokusan) cahaya oleh lensa mata untuk menghasilkan bayangan yang
lebih jelas atau tajam, dan
3)
Pendeteksian bayangan oleh retina.
Bagaimanakah
mekanisme proses melihat pada mata ? untuk dapat melihat, diperlukan adanya
stimulus yang berupa cahaya. Cahaya yang mengenai suatu objek akan dipantulkan
ke segala arah. Beberapa pantulan cahaya dari suatu objek masuk ke mata dan
mengalami pembiasan (pembelokan) ke arah pupil oleh konjungtiva, kornea,
aqueous humour, dan viteous humour. Selanjutnya, lensa mata akan memipih atau
mencembung untuk memfokuskan bayangan pada retina. Pemfokusan itu bertujuan
menghasilkan satu titik cahaya pada retina untuk membentuk suatu bayangan obyek
yang lebih jelas. Sel-sel fotoreseptor pada retina menerima stimulus cahaya,
kemudian mengirimkan rangsangan ke otak. Bayangan yang terbentuk pada retina
diperkecil ukurannya dan terbalik. Namun, otak menerjemahkan bayangan tersebut
sehingga kita menerima bayangan dalam ukuran dan posisi yang benar.
Pemfokusan
cahaya ke dalam retina dari obyek pada jarak yang berbeda disebut akomodasi.
Pemfokusan meliputi pembelokan atau pembiasan cahaya. Pembiasan cahaya terjadi
pada saat cahaya melewati satu medium menuju medium lain yang berbeda
kerapatannya, misalnya dari udara ke kornea. Pembiasan kebanyakan terjadi pada
kornea. Namun, pembiasan pada kornea tidak dapat diatur. Pembiasan juga terjadi
pada lensa. Pembiasan pada lensa dapat diatur dengan cara mengubah bentuk lensa
berdasarkan jumlah pembiasan cahaya untuk pemfokusan yang tajam pada retina.
Cahaya yang dipantulkan dari benda dekat memerlukan lebih banyak pembiasan
untuk pemfokusan sehingga lensa mata menjadi lebih cembung. Sementara itu,
cahaya yang dipantulkan dari benda jauh memerlukan lebih sedikit pembiasan
sehingga lensa mata menjadi lebih pipih. Perubahanitu terjadi secara otomatis
sebagai gerak reflek yang dinamakan akomodasi.
Kecembungan
lensa mata dapat berubah-ubah. Perubahan kecembungan tersebut karena kontraksi
dan relaksasi otot-otot ligament (badan siliaris) yang melekat pada bola mata.
Oleh karena kecembungan lensa mata dapat berubah-ubah maka fokus penglihatan
dapat diubah-ubah. Pada saat otot siliaris berelaksasi tekanan luar humour pada
sclera menarik ligament suspensor dan meregangkan lensa menjadi lebih pipih.
Pada keadaan demikian, mata terakomodasi (contohnya, difokuskan) untuk
obyek-obyek yang jauh (lebih dari 6 meter) untuk memfokuskan obyek yang dekat,
otot-otot siliaris berkontraksi sehingga menghilangkan tegangan ligament
suspensor. Akibatnya lensa menjadi lebih cembung. Pada mata normal,
bayang-bayang obyek akan jatuh pada retina (bintik kuning) yaitu bagian yang
paling peka terhadap sinar. Kita hanya dapat melihat obyek pada jarak tertentu.
Mata memiliki jarak terdekat untuk dapat melihat dengan jelas yang disebut
titik dekat (punctum proximum), sedangkan jarak terjauh mata yang disebut titik
jauh (punctum remotum).
2.
Elektroreseptor
Elektroresptor
akan menghasilakan medan listrik yang dapat dihasilkan dari aktivitas otot yang
didalamnya terdapat organ listrik yang dapat ditemukan pada hewan akuatik yang
mampu dideteksi untuk pertahanan dirinya, terdapat pada jenis pisces (Isnaeni,
2006).
Selain
kupula dan sel-sel rambut yang menyusun organ neuromas, juga terdapat sel-sel
sensor organ neuromas yang tenggelam dalam jaringan kulit dan salah satunya
berhubungan dengan neuromas kanal atau permukaan. Organ neuromas khusus ini
dapat merespon medan listrik rendah yang dihasilkan oleh kontraksi otot, organ listrik,
atau pergerakan air laut melalui medan magnet bumi.
Beberapa
jenis ikan membangkitkan arus listrik dan menggunakan elektroreseptor untuk
menemukan letak benda, misalnya mangsa, yang mengganggu arus tersebut.
Platipus, sejenis mamalia monotrema, memiliki elektroreseptor di paruhnya yang
barangkali mendeteksi medan listrik yang dihasilkan oleh otot-otot krustacea,
katak, ikan kecil, dan mangsa yang lain (Campbell, 2008).
Pembentukan arus listrik dapat terjadi pada semua
system reseptor, tetapi pelepasan arus listrik oleh efektor hanya ditemukan
pada beberapa jenis ikan. Arus listrik pada ikan dihasilkan oleh organ
elektrik(Isnaeni, 2006).
Pelepasan arus listrik dari tubuh ikan atau belut listrik dilakukan
dengan membuat gerakan khusus dengan mempertemukan daerah kepala dan ekor,
dengan gerakan tersebut terjadi pertemuan antara daerah bermuatan positif dan
negative yang menyebabkan pelepasan arus listrik kelingkungannya(Isnaeni,
2006).
Besarnya
arus listrik yang ditimbulkan organ elektrik dapat bervariasi, tergantung pada
jenis ikan, jumlah plak yang dimiliki, dan keadaan lingkungan hewan. Ikan yang
sama pada lingkungan yang berbeda dapat menghasilkan arus listrik yang
berbeda(Isnaeni, 2006).
Arus
listrik yang dihasilkan oleh suatu jenis hewan dapat menunjukkan maksud yang
bermacam - macam. Arus listrik yang besar biasanya dimaksudkan untuk menyerang
musuh atau melindungi diri. Untuk keperluan lain seperti memantau keadaan
disekelilingya, mendeteksi makanan, atau berkomunikasi, arus listrik yang
dilepaskan relative kecil/lemah(Isnaeni, 2006).
3.
Kemoreseptor
Kemoreseptor
merupakan alat yang digunakan untuk menerima energi dalam jumlah yang sangat
kecil dalam bentuk tertentu dan meneruskan sistem informasi tersebut ke sel
syaraf. Organ-organ indera memiliki struktur yang khusus tidak hanya pada
sel-sel reseptor saja, tetapi ada jaringan yang menunjang dan melindungi
sel-sel reseptor dan membantu menentukan arah isyarat serta mengontrol
intensitas isyarat yang sampai pada reseptor. Kemoreseptor juga terlihat dalam
perburuan mangsa bagi karnivora dan dalam pendeteksian keberadaan mangsanya.
Hanya dengan stimulus berupa gas berkonsentrasi rendah, kemoreseptor telah
dapat mengenali (Ville et al., 1988).
Kemoreseptor
merupakan organ indera yang distimulasi oleh berbagai ion atau molekul kimia
baik dalam bentuk gas maupun cairan. Meliputi indera penciuman, perasa dan juga
reseptor yang memantau konsentrasi oksigen dan karbondioksida. Antennula
merupakan salah satu kemoreseptor yang terdapat disekitar mulut udang yang
biasanya ditutupi oleh rambut-rambut halus yang berfungsi sebagai alat
penciuman (Green, 1967). Kemoreseptor menurut Gordon (1982), berfungsi untuk
mendeteksi dan mengetahui adanya makanan, dan tempat hidupnya, mengenal satu
sama lain dengan menunjukkan tingkah laku masak kelamin (mating), dan
mendeteksi adanya musuh.
Sensitivitas
sel terhadap molekul khusus tersebar luas, hal ini termasuk respon-respon
metabolic dari jaringan terhadap zat-zat kimia duta, demikian pula kemampuan
organisme tingkat rendah seperti Amoeba untuk mengenali zat-zat tertentu
dilingkungannya. Dalam pembicaraan ini kita akan dibatasi pada sel-sel
kemoreseptor khusus meliputi reseptor
gustatory (pengecap) yang mengenali molekul-molekul terlarut, dan reseptor olfaktori (pembau) yang
mengenali molekul-molekul dalam bentuk gas (yang ada diudara). Karena molekul
yang menjadi gas masuk kesuatu lapisan basah yang menutupi membrane reseptor
olfaktori, maka perbedaan fundamental antara reseptor gustatory dan olfactory
tidak ada, keduanya pada dasarnya sama (Soewolo, 2000:271).
Kemoreseptor
(kemoreseptor) mencakup reseptor umum- yang meneruskan informasi tentang
konsentrasi zat terlarut total-maupun reseptor spesifik- yang merespon
jenis-jenis molekul individual (Champbell, 2010: 263). Salah satu contoh
reseptor pembau yang terkenal adalah “kemoreseptor
antena” kupu-kupu ulat sutera jantan (Bombyx
mory) terhadap “bimbikol, yaitu
feromon penarik jenis kelamin yang dikeluarkan oleh kupu-kupu betina. Kupu-kupu
jantan telah merespon feromon dengan konsentrasi hanya 1 mol per 1017 molekul
udara. Reseptor kupu-kupu sangat sensitive, merespon hanya kepeda bombikol dan
beberapa zat analognya. Signifikansi zoological dari sistem stimulant-reseptor
ini, bahwa kupu-kupu jantan mampu mengetahui tempat kupu betina beberapa mil di
bawah angin (Soewolo, 2000: 272).
Untuk
mempelajari elektrfisiologik dari sel-sel kemoresepor kontak (rambut-rambut
pengecap) pada insekta. Sel-sel reseptor mengirim dendrit halus ke ujung-ujung
berlubang dari “sensila”, yaitu suatu
proyeksi seperti dari rambut kutikula. Setiap sensila memiliki suatu pori-pori
lembut yang memungkinkan molekul-molekul stimulant mencapai sel-sel sensori
(Soewolo, 2000: 272).
Pada
probobis atau kaki lalat rumah umumnya, setiap sensilum terdiri atas beberapa
sel, masing-masing sensitive terhadap stimulus kimia yang berbeda (misalnya
air, kation, anion, karbohidrat,dsb) (Soewolo, 2000: 273).
Suatu
respon tingkah laku dapat diamati pada lalat dengan merangsang sensilum dengan
zat kimia khusus. Setetes kecil larutan gula yang dikenakan pada sensilum kaki,
akan menyebabkan lalat merespon dengan menurunkan probosisnya ke kaki.
Keefektivan berbagai senyawa dalam menimbulakan perilaku sterotip, telah diuji
dengan menggunakan refleks ini. semua senyawa yang menimbulkan refleks makan juga menimbulkan aktivitas
kelistrikan pada reseptor gula (salah satu reseptor dalam sensilum). Sel
reseptor ini hanya merespon pada karbohidrat tertentu saja. Zat-zat tidak
memacu perilaku makan, misalnya D-ribose, juga gagal menstimulus reseptor gula.
Satu hal yang menarik adalah bahwa reseptor gula dari lalat menunjukkan urutan
sesuai dengan sensitivitasnya (misalya fruktosa > sukrosa> glukosa)
seperti pada reseptor manis pada lidah manusia (Soewolo, 2000: 273).
Pengkodean
pembau pada vertebrata telah diteliti secara kelistrikan pada epithelium alat
pembau katak dengan mencatat aktivitas reseptor tunggal. Hasilnya menunjukkan
bahwa pengkodean stimulus pada hidung vertebrata jauh lebih kompleks dari pada
kemoreseptor kontak pada insekta (Soewolo, 2000: 273).
Kemampuan
mamalia membedakan bermacam-macam bau mungkin terletak pada kemampuan pusat
pembau diotak untuk “mengenali” sejumlah besar kombinasi yang berbeda-beda dan
menekan frekuensi impuls yang datang dari berbagai macam dari sel pembau pada
epithelium hidung. Manusia dapat membedakan beberapa ratus senyawa yang berbeda
berdasarkan baunya, tetapi rupanya tidak ada hubungan antar bau tertentu dengan
suatu molekul reseptor terentu (Soewolo, 2000: 274).
Bagaimana
suatu sel reseptor pengecap atau pembau mengubah suatu stimulus kimia? Dalam
konkeks pertanyaan ini kita dapat mengingat perubahan membrane pascasinaps dari
suatu sinaps kimia, yang dapat dianggap sebagai suatu membrane kemosensori
khusus. Molekul-molekul reseptor pascasinaps dari “motor endplate” vertebrata bila berinteraksi dengan transmitter
asetikolin (Ach), mengalami suatu perubahan konformasional yang mengakibatkan
peningkatan permeabilitas membrane terhadap Na+ dan K+. Hasilnya adalah arus
sinaptik yang mengalir kedalam sel, mendepolarisasi dan membangkitkan potensial
aksi (Soewolo, 2000: 274).
Reseptor
asetikolin diketahui sebagai protein. Penemuan ini didasarkan pada observasi,
bahwa untuk beberapa molekul diketahui mengalami peubahan konformasional bila
berinteraksi dengan asetilkolin (Soewolo, 2000: 274).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Reseptor adalah bagian dari system syaraf yang berperan sebagai
penerima rangsangan dan sekaligus sebagai pengubah rangsangan yang diterimanya
menjadi implus sensoris. Reseptor dapat dibagi menjadi 3 yaitu: berdasarkan
struktur, berdasarkan jenis rangsangan yang dapat diterimanya, dan berdasarkan
lokasi sumber rangsang yang dapat diterimanya.
DAFTAR PUSTAKA
Campbell. 2008. Biologi Edisi Kedelapan Jilid 3.
Jakarta: Erlangga
Gordon,
M. S. 1982. Analysis Physiology
Principles And Adaption. Mc Millan Publhising, Co, New York.
Green,
I. 1967. A Biology of Crustaceae. H.
F. and Hither by LTD, New York
Isnaeni, wiwi. 2006. Fisiologi Hewan. Yogyakarta:
Kanisius
Soewolo.
2000. Pengantar Fisiologi Hewan. Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional.
Ville,
C.A, W.F. Walter and R.D. Barnes. 1988. General
Zoology. WB. Saunders Company, Inc. London.
ConversionConversion EmoticonEmoticon